Jumat 20 Juni 2025
Wanita Indonesia
Advertisement
  • HOME
  • WARTA
  • WISATA
  • TEKNOLOGI
  • GAYA HIDUP
  • TIPS
  • PARENTING
  • WANITA HEBAT
  • RESEP
  • INDEX
No Result
View All Result
Wanita Indonesia
  • HOME
  • WARTA
  • WISATA
  • TEKNOLOGI
  • GAYA HIDUP
  • TIPS
  • PARENTING
  • WANITA HEBAT
  • RESEP
  • INDEX
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Morning News
Home WANITA HEBAT

Siapa Sutradara Favoritmu? Sutradara Perempuan Jumlahnya Minim

redaksi by redaksi
September 28, 2021
0
Siapa Sutradara Favoritmu? Sutradara Perempuan Jumlahnya Minim

wanitaindonesia.co – Pengalaman saya 4 tahun di sekolah film mendapatkan data, masih sedikit keterlibatan perempuan di dunia film, cenderung terbatas dalam mengerjakan hal teknis. Kesempatan menjajal dan mengeksplorasi, masih banyak diberikan kepada laki-laki.

“Siapa sutradara Indonesia favoritmu?”

READ ALSO

Ratu Ratna Ajak Masyarakat Lawan Polarisasi Politik

13 Tahun Rayakan Kilau Persahabatan dari Koleksi Lebaran 2022

Sebelum menjawab itu, saya punya cerita seperti ini. Ada satu momen yang tak terlupakan, pernah saya dan rombongan teman yang baru saja keluar dari bioskop. Kami iseng mengamati poster-poster yang terpampang di papan.

Temuan kami, tiga dari empat poster yang ada, ternyata nama satu laki-laki bisa merangkap ke berbagai peran dalam sebuah film. Termasuk, soal pekerjaan teknis. Alamak!

Empat tahun lalu, pertanyaan itu kembali terlontar dari seorang kakak tingkat kepada kami, mahasiswa baru yang tengah berkumpul di taman fakultas: siapa sutradara favoritmu?

Saya ingat betul, kebanyakan teman-teman saya menjawab dengan nama-nama asing yang kebanyakan adalah laki-laki. Bahkan, tidak ada satupun nama sutradara perempuan yang keluar dari jawaban itu. Saya yang kala itu tak bisa menjawab, ditertawakan oleh para kakak tingkat laki-laki.

Saya mual tiap kali mengingat pengalaman itu. Mengetahui fakta, bahwa yang ada di lapangan, hanya sedikit kiprah sutradara perempuan yang teman-teman saya kenal.

Tak hanya sutradara, peran-peran lain yang berkaitan dengan pekerjaan teknis seperti editor, penata kamera, lighting, hingga sound recordist. Sementara mayoritas perempuan, berkutatnya lebih condong ke pekerjaan seperti penulis naskah sampai produser.

Pengalaman saya empat tahun berkecimpung di sekolah film pun, perempuan memang cenderung terbatas dalam mempelajari hal-hal teknis. Kesempatan menjajal dan mengeksplorasi, masih banyak diberikan kepada laki-laki. Tak pelak, posisi perempuan di industri perfilman pun semakin terpinggirkan. Belum lagi, menyoal perhelatan penghargaan. Jarang sekali, nama sutradara perempuan mencuat.

Stereotip dan Diskriminasi terhadap Perempuan

Jika dirunut ke belakang, pembagian kerja secara seksual yang berlaku universal yang merujuk pada buku Working Women in South-East Asia: Development, Subordination and Emancipation karya Noeleen Heyzer, mengatakan bahwa perempuan masih mendapat diskriminasi.

Pekerjaan perempuan di Asia Tenggara umumnya, sebatas ditempatkan pada sektor-sektor yang dianggap sesuai dengan “keahlian” mereka, yaitu segala hal mencakup urusan domestik. Stereotipe ini lah, yang sampai saat ini masih terjadi.

Dalam kajian milik Indira Ardanareswari tentang Honorium, Aktris, Gender: Perempuan Pekerja Seni dalam Industri Perfilman Indonesia, 1950-an hingga 1970-an, ia memaparkan untuk urusan aktris saja, berangkat dari tahun 1950-an, tenaga kerja perempuan sebagai lakon memang semakin meningkat sejalan dengan massif-nya pertumbuhan produksi film dalam negeri. Sayangnya, sosok perempuan tetap dijadikan sebagai pengisi kekosongan peran serta visual yang akan ditampilkan kepada penonton lewat film, terutama pada film-film erotis.

Tentunya, tidak semua film kala itu menampilkan perempuan sekadar ‘pemanis’ belaka. Salah satunya adalah film Tiga Dara karya Usmar Ismail di tahun 1957, Usmar memunculkan karakter tiga perempuan kuat dibalut dengan drama musikal menghibur. Film yang kala itu menjadi satu dari sekian film Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia), pun berhasil menghasilkan banyak profit. Namun tanpa menanggalkan kehadiran perspektif sutradara perempuan yang sangat dibutuhkan.

Masa sebelum tahun 2000-an, memang tak banyak orang yang familiar dengan nama-nama sutradara perempuan. Namun, Mira Lesmana dan Nan Achnas kemudian muncul dengan film Kuldesak, Pasir Berbisik (2001) dan Petualangan Sherina (Mira Lesmana) yang menjadikan kehadiran perempuan di industri perfilman semakin diperhitungkan. Periode itulah, kita juga mengenalnya dengan periode keemasan industri film Indonesia.

Meski begitu, persoalan perempuan di industri perfilman bukan berarti telah rampung. Tak hanya hal teknis soal eksistensi perempuan di perfilman yang jadi PR, akses data serta penelitian mengenai pekerja perempuan di industri film pun masih minim, seperti, jumlah pekerja dan raihan karir serta hambatan yang menyertainya.

Seksisnya serta tak ramahnya lingkungan kerja, isu keluarga yang tidak mendukung, hingga teror kekerasan seksual juga masih terus menjadi momok yang perempuan hadapi di industri perfilman.

Mencari Perlindungan, Mendapat Perundungan

Di era kini, kita patut mengapresiasi bahwa pertumbuhan karir sutradara dan pekerja film perempuan makin terlihat gaungnya. Tetapi, ada pula cerita-cerita tak mengenakkan di baliknya.

Beberapa kali terlibat di proyek film, tak jarang saya mendapati keresahan dari sesama kru perempuan yang dibicarakan ketika proses produksi selesai. Dalam pengerjaannya, tak hanya sekali dua kali aktris maupun kami sendiri yang terlibat mendapat catcalling yang mengacu pada pelecehan seksual dari kru laki-laki lain. Semakin muak, ketika ekosistem di perfilman itu juga seolah menormalisasi tindakan tersebut.

“Masa digituin aja marah”

“Kita kan cuman bercanda”

Kalimat itulah yang sering digunakan para pelaku sebagai pembenaran. Mereka dengan enteng menganggap hal yang terjadi adalah sebuah candaan. Dude, seriously?

Sedihnya lagi, saat ada penyintas yang bersuara, malah banyak yang mempertanyakan bukti yang bisa menguatkan pernyataannya, dan cenderung menyudutkan penyintas. Penyintas dibuat merasa kerdil sejadi-jadinya. Itulah kenyataan yang kami hadapi bersama di industri ini.

Salah seorang aktris kami, Mian Tiara, pernah mengalami hal pahitu itu. Tatkala, dia buka suara tentang kekerasan seksual yang menimpanya dalam salah satu projek film. Perlu diingat, Mian Tiara bukan satu-satunya korban.

Lalu, apa yang bisa pekerja perfilman lakukan?

Sebagai filmmaker, kita bisa mendorong adanya kontrak kerja dan Standar Operasional/SOP kerja yang jelas soal perlindungan pekerja perfilman utamanya bagi perempuan. Dimana ada konsekuensi untuk kekerasan maupun pelecehan. Di satu sisi, juga menjamin adanya ruang aman bagi pekerja film.

Tentu saja, ini perlu ada sinergi dengan pemangku kepentingan yang adalah komponen yang penting yang harus diusahakan bersama. Hadirnya gerakan seperti Never Okay Project dan #SinematiGakHarusToxic adalah langkah awal yang harus selalu dikawal.

Memboikot pelaku kekerasan seksual di industri hingga ke pemutaran alternatif dapat menjadi solusi yang dilakukan secara kolektif.

Ya, memang terasa sulit. Tidak ada kata mustahil untuk pelan-pelan mengubahnya. Walaupun banyak rintangan yang dihadapi, saya yakin membangun iklim industri yang sehat bisa dilakukan dari mengedukasi lingkaran paling kecil yang kita miliki.

Ini adalah tugas bersama, tanggung jawab kita semua baik dari pembuat maupun penonton film.

Tags: diskriminasifilmsutradara

Related Posts

Ratu Ratna Ajak Masyarakat Lawan Polarisasi Politik
WANITA HEBAT

Ratu Ratna Ajak Masyarakat Lawan Polarisasi Politik

Juli 3, 2022
13 Tahun Rayakan Kilau Persahabatan dari Koleksi Lebaran 2022
WANITA HEBAT

13 Tahun Rayakan Kilau Persahabatan dari Koleksi Lebaran 2022

April 27, 2022
V-Soy Ladies First, “mewujudkan yang terbaik” bagi para perempuan Indonesia
GAYA HIDUP

V-Soy Ladies First, “mewujudkan yang terbaik” bagi para perempuan Indonesia

April 20, 2022
QNET Meyakini Bahwa Perempuan dan Platform Digital Adalah Penggerakan Ekonomi
WANITA HEBAT

QNET Meyakini Bahwa Perempuan dan Platform Digital Adalah Penggerakan Ekonomi

Maret 24, 2022
Berikan Hadiah Istimewa Ke Istri, Tanpa Harus Bikin Kantong Jebol
GAYA HIDUP

Berikan Hadiah Istimewa Ke Istri, Tanpa Harus Bikin Kantong Jebol

Maret 21, 2022
Women’s Day 2022 : Gender Equality Today for A Sustainable Tomorrow
GAYA HIDUP

Women’s Day 2022 : Gender Equality Today for A Sustainable Tomorrow

Maret 19, 2022
Next Post
5 Resep Nasi Bakar yang bakal bikin kamu ketagihan

5 Resep Nasi Bakar yang bakal bikin kamu ketagihan

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

POPULAR NEWS

Apakah Ada Khasiat Mandi Bersama Anak

Apakah Ada Khasiat Mandi Bersama Anak

Desember 23, 2021
Resep Makanan Dimusim Hujan Agar Badan Hangat

Tips Makanan Mencegah Penuaan Diri Diusia Tua

April 27, 2022

Why the next 10 years of hot songs will smash the last 10

Desember 19, 2015
Deretan Idol K-Pop Siap Comeback di Bulan September

Deretan Idol K-Pop Siap Comeback di Bulan September

September 7, 2021
Pilihan Aplikasi Karaoke Terbaik yang Mampu Bikin Kamu Rileks

Pilihan Aplikasi Karaoke Terbaik yang Mampu Bikin Kamu Rileks

Oktober 20, 2021

EDITOR'S PICK

Al Khaleej Sugar Co Siap Berinvestasi USD 2 Miliar

Al Khaleej Sugar Co Siap Berinvestasi USD 2 Miliar

November 9, 2021
Kemenhub Bagikan 10.000 Paket Kesehatan di 8 Simpul Transportasi

Kemenhub Bagikan 10.000 Paket Kesehatan di 8 Simpul Transportasi

Januari 7, 2022
Cara Menghentikan Adik Dan Kakak Bertengkar

Cara Menghentikan Adik Dan Kakak Bertengkar

April 8, 2022
Tumis Paprika Jamur, Patin Goreng Balado dan Nasi Goreng Kornet

Tumis Paprika Jamur, Patin Goreng Balado dan Nasi Goreng Kornet

September 29, 2021
Wanita Indonesia

@ 2022 WANITAINDONESIA.CO

Menu

  • Standar Perlindungan Profesi Wartawan
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Redaksi

Ikuti Kami

No Result
View All Result
  • HOME
  • WARTA
  • WISATA
  • TEKNOLOGI
  • GAYA HIDUP
  • TIPS
  • PARENTING
  • WANITA HEBAT
  • RESEP
  • INDEX

@ 2022 WANITAINDONESIA.CO