Wanitaindonesia.co – Saya tidak bisa memasak. Ralat, maksud saya, tidak bisa memasak yang ‘susah-susah’, misalnya memasak ikan. Apalagi yang namanya membuat menu bandeng tanpa duri. Duuh… susah! Bahkan, cara membersihkan ikan segar pun saya tidak tahu.
Suatu saat asisten di rumah sedang libur hari raya. Tinggallah saya berdua dengan Bapak di rumah (ibu saya sudah wafat). Entah apa yang mengilhami Bapak, tiba-tiba beliau ingin makan ikan bandeng.
“Bapak pingin sekali makan bandeng, Nduk. Dulu ibumu suka bikin,” kata beliau singkat, tapi membuat saya langsung deg-degan.
Saya melongo sekaligus panik diam-diam.
“Aku enggak bisa masak bandeng, Pak. Apalagi kalau Ibu masak bandeng, durinya ilang semua. Aku enggak bisa,” sahut saya, memelas.
Kepanikan saya bercampur dengan rasa bersalah, karena belum bisa memenuhi permintaan Bapak yang sebenarnya ‘sepele’ itu. Akhirnya saya jadi galau mendadak.
“Goreng biasa aja wes. Enggak apa-apa. Nanti Bapak makan,” kata Bapak, pasrah. Duh, ekspresi Bapak tak kalah melas.
Saya tidak menjawab, tapi langsung melipir ke kamar. Kalau masalah menggoreng ikan, sih, kecil (harusnya). Nah, masalahnya saya tidak tega membiarkan Bapak menyantap bandeng goreng penuh duri dengan rasa yang kacau-balau.
Akhirnya saya mencari di Google cara membuat menu bandeng tanpa duri. Beberapa artikel saya baca dan… saya menyerah. Sumpah, saya tidak memiliki gambaran apa pun. Blas! Dengan kata lain, saya tidak mengerti instruksi yang tertulis, ha… ha… ha….
Saya makin guling-guling galau di kasur. Bandeng di freezer harus segera diolah. Masa mau menunggu asisten rumah tangga seminggu lagi? Memang, sih, tidak akan apa-apa kalau ditaruh di freezer. Tapi kan, kalau dimakan masih segar, lebih enak.
Sebuah ide muncul di kepala. Menonton YouTube! Mulailah saya ketik ‘bandeng tanpa duri’ di kotak pencarian. Lalu keluarlah aneka video cara menghilangkan duri bandeng. Saya pilih yang durasinya sebentar karena takut kuota amblas. Di kampung saya, kalau musim Lebaran banyak toko tutup, termasuk toko pulsa. Beberapa kali menonton tayangan di YouTube, akhirnya saya paham. Lumayan!
Keesokan harinya, saya mulai bekerja. Sebelum beraksi, saya mandi, bedakan, pakai body lotion juga. Kata Farah Quinn, kalau mau memasak, kan harus cantik. Mulailah saya membersihkan sisik bandeng. Beberapa sisik mencelat ke sana-kemari, termasuk ke wajah saya yang sudah berpelembap dan berbedak. Saya menjerit panik. Terus kena baju saya yang baru ganti. Alamak! Saya makin panik. Beberapa sisik menempel di wajah saya, beberapa lagi ada di lengan dan baju. Tolong!
Terus terang, saya mengomel dalam hati. Tapi, sudah telanjur, saya teruskan saja. Setelah sisik saya bersihkan, saatnya membersihkan duri dan bagian dalam ikan. Hati-hati sekali saya melakukannya. Takut semuanya muncrat! Eh, ternyata prosesnya tidak seruwet yang saya bayangkan.
Butuh waktu berjam-jam hingga akhirnya ikan bandeng pun bisa bersih dan siap diolah. Saya menggunakan bumbu bawang putih, kunyit, ketumbar, dan daun jeruk. Saya ulek dengan susah payah. Menggunakan bumbu tersebut, saya goreng ikannya. Aromanya membuat hidung kucing saya kembang kempis.
Haruuum….
Selesai menggoreng bandeng, saya membuat sambal terasi.
Lalu saya panggil Bapak. “Pak, makannya sudah siap.”
Berdua bersama Bapak, kami makan bersama. Tepat ketika mencicipi ikan bandeng goreng non-duri ala saya, Bapak berdecak.
“Enak sekali, Nduk,” kata beliau. Wajahnya senang.
Beliau makan dengan lahap. Hati saya seperti disiram embun pagi. Bagaimana tidak. Sejak Ibu wafat, nafsu makan Bapak menurun banyak. Berat badan beliau menyusut drastis. Diam-diam saya menyesal dalam hati, karena saat memasak tadi sempat mengomel dalam hati.
Kami makan bersama sambil bercanda. Saya ke-ge-er-an setengah mati karena masakan saya dipuji.
“Emang aku jago masak,” kata saya, bangga.
“Halah… Itu, sih, memang bandengnya yang lezat,” elak Bapak.
Hati saya senang bukan main!