Sabtu 17 Mei 2025
Wanita Indonesia
Advertisement
  • HOME
  • WARTA
  • WISATA
  • TEKNOLOGI
  • GAYA HIDUP
  • TIPS
  • PARENTING
  • WANITA HEBAT
  • RESEP
  • INDEX
No Result
View All Result
Wanita Indonesia
  • HOME
  • WARTA
  • WISATA
  • TEKNOLOGI
  • GAYA HIDUP
  • TIPS
  • PARENTING
  • WANITA HEBAT
  • RESEP
  • INDEX
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Morning News
Home GAYA HIDUP

Laki-laki Juga Bisa Jadi Korban Kekerasan Seksual

redaksi by redaksi
September 26, 2021
0
Laki-laki Juga Bisa Jadi Korban Kekerasan Seksual

READ ALSO

Didepan 300 Mahasiswa, Unilever Indonesia : Tolerance is Key

Di Mommy and Me 2022 Ada Stroller Magicfold dan Bonikka !

wanitaindonesia.co – Laki-laki juga bisa jadi korban kekerasan seksual. Mereka mengalami tantangan yang tak mudah jika menjadi korban, yaitu harus menghadapi persepsi sosial dan stereotipe tentang laki-laki yang harus maskulin.

Bisakah laki-laki menjadi korban kekerasan seksual? Jawabannya: bisa.

Komnas Perempuan dalam Instagram-nya @Komnasperempuan pada 7 September 2021 menulis tentang  laki-laki dewasa yang juga bisa menjadi korban kekerasan seksual, walaupun kasus mereka seringkali dibungkam oleh stigma dan stereotipe tentang maskulinitas.

Laki-laki dewasa mengalami tantangan yang tak mudah jika menerima kekerasan seksual, mereka menghadapi tantangan soal persepsi sosial, stereotipe tentang laki-laki  yang harus maskulin. Biasanya laki-laki dewasa akan malu atau ragu untuk bersuara karena ada kepercayaan jika laki-laki dewasa akan cukup kuat untuk melawan pelaku.

Apa saja dampak yang dialami laki-laki dewasa yang menjadi korban? Mereka akan mengalami kecemasan, depresi, stres pasca trauma dan juga gangguan makan.

Lalu gelisah, tidak bisa tidur, tidak bisa rileks, merasa bersalah karena tidak bisa memutus kekerasan yang ia alami, takut mengungkap karena ada rasa takut orang tidak akan percaya, lalu menarik diri dari hubungan pertemanan karena merasa kurang maskulin karena telah mengalami kekerasan seksual.

Salah satu penyebab laki-laki sulit sekali bersuara adalah: karena selama ini laki-laki  selalu dikasih pameo bahwa mereka tak boleh menangis, harus selalu kuat, harus selalu tangguh. Selain itu harus bisa tahan banting dan tak boleh mengeluh.

Ada  sekelumit lirik lagu berjudul ‘Superman’ milik The Lucky Laki, yang menggambarkan kondisi patriarki yang masih langgeng hingga kini. Termasuk dalam kasus kekerasan seksual: korban laki-laki disepelekan, dibungkam, dan diabaikan.

Kondisi ini mengingatkan saya pada korban, salah satu pekerja di KPI. Hampir sedekade lamanya, seorang pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang merupakan laki-laki dewasa (sudah beristri, memiliki anak dan menjadi tulang punggung keluarga), diduga mendapatkan perundungan, kekerasan hingga pelecehan seksual oleh 8 orang rekan kerjanya, yang juga segerombolan laki-laki.

Selama bertahun-tahun itu, korban mengalami trauma dan kehilangan kestabilan emosi. Konstruksi sosial yang menuntut laki-laki menjadi sosok yang tak boleh mengeluh, juga semakin menekan korban.

Lambatnya penanganan atas korban ini boleh jadi memang tak begitu mengagetkan, mengingat institusi kepolisian kita sampai saat ini, masih mengamini budaya patriarki. Barangkali, mereka antara percaya tak percaya, mengingat korban adalah laki-laki. Pemahaman patriarki yang selama ini mengakar, memposisikan laki-laki sebagai kelompok yang superior, yang kuat, dan yang tak mungkin untuk mendapatkan perundungan, apalagi pelecehan seksual.

Belum lagi, kurangnya kesadaran bahwa laki-laki nyatanya juga bisa jadi korban kekerasan seksual dan perundungan, menjadikan maskulinitas toksik (toxic masculinity) tetap langgeng. Laki-laki korban kekerasan seksual, seolah tak layak untuk membela diri, diremehkan dan dikondisikan tidak bisa melawan. Jika mengadu, dia dicap kurang jantan.

Mendesaknya RUU PKS

Kasus yang menimpa pegawai laki-laki di KPI, tentunya jadi preseden buruk bagi penanganan kekerasan seksual di Indonesia. Utamanya di lembaga negara, yang tak lain adalah ‘anak kandung’ yang lahir di era reformasi.

Dengan mengusung semangat kerja berlandaskan hak asasi manusia (HAM), mestinya lembaga ini getol memperjuangkan penghapusan kejahatan kemanusiaan yang terjadi di tubuhnya sendiri. Apalagi sudah bertahun-tahun lamanya.

KPI sebagai lembaga yang seolah tampil galak mengawasi penyiaran televisi seperti sensor tubuh perempuan sampai bikini dalam film kartun pun kena blur, sungguh ironis melempem dalam penindakan kasus kekerasan seksual.

Jauh panggang daripada api pun terlihat dalam pengaplikasian aturan-aturan di tubuh KPI. Pasal-pasal dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), secara konsep, menjunjung tinggi penghormatan atas HAM, nilai-nilai kesukuan, agama, ras dan antargolongan, nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan, hak privasi, sampai pada pengaturan program siaran bermuatan seksual hingga kekerasan. Namun sayangnya, hal itu gagal diterapkan di internal KPI.

Maka rasanya tak berlebihan, jika mengatakan KPI itu ibarat ‘mengaum ke luar, mengeong ke dalam’. Apalagi, jika benar bahwa KPI sebetulnya telah mengetahui rentetan kejadian perundungan hingga pelecehan seksual yang menimpa korban tersebut, namun tidak ada tindakan tegas yang diambil.

Lemahnya pengawasan internal KPI, juga tercermin dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2014 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia.

Dalam pasal khusus soal Tata Tertib Anggota KPI, tak satu pasal pun memuat larangan melakukan tindakan kekerasan apalagi kekerasan seksual. Paling jauh hanya ada pasal 33 ayat 5 berbunyi: Antar anggota KPI wajib saling menghargai dan menghormati pendapat masing-masing sesuai fungsi, wewenang, tugas dan kewajibannya.

Tak pelak, laki-laki korban kekerasan seksual tersebut, mesti melewati hari-hari di bawah rasa trauma dan ketakutan atas kejahatan seksual dan perampasan HAM, tanpa adanya perlindungan dan jaminan.

Apa yang dialami korban di KPI ini, boleh jadi dan sangat kuat kemungkinan hanya satu dari sekian kasus yang bagai puncak gunung es. Lemahnya penanganan dan penegakan hukum, hingga stigmatisasi yang kuat di tengah masyarakat kita, membuat banyak korban pelecehan justru memilih diam.

Krisis inilah yang kembali mengingatkan kita betapa pentingnya keberadaan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang sudah sekian lama terbengkalai di gedung parlemen.

Ironinya, RUU PKS itu kini tengah memasuki babak baru di tangan DPR. Alih-alih didambakan segera berlaku, draf beleid ini justru tengah berubah lagi. Badan Legislatif DPR mengubah judulnya jadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Kata ‘penghapusan’ yang membawa semangat melenyapkan kekerasan seksual pun kini lebih dulu lenyap. Berikut 9 jenis kekerasan seksual yang turut hilang dan menyisakan 4 saja yakni pemaksaan hubungan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, dan pelecehan seksual.

Perubahan yang terjadi itu, semakin mengecilkan harapan dan kian membuat terjal jalan penghapusan kekerasan seksual. Meski begitu, masih tersisa semangat kita untuk terus menyuarakan perlawanan terhadap kekerasan seksual. Meski harus dibayar dengan penantian dan perjuangan yang lebih panjang lagi.

Teruntuk DPR, semoga tak sampai menunggu harus berjatuhan makin banyak korban!

Tags: hukum

Related Posts

Didepan 300 Mahasiswa, Unilever Indonesia : Tolerance is Key
GAYA HIDUP

Didepan 300 Mahasiswa, Unilever Indonesia : Tolerance is Key

Juli 2, 2022
Di Mommy and Me 2022 Ada Stroller Magicfold dan Bonikka !
GAYA HIDUP

Di Mommy and Me 2022 Ada Stroller Magicfold dan Bonikka !

Juli 2, 2022
Mommy N Me Dibuka hari ini
GAYA HIDUP

Mommy N Me Dibuka hari ini

Juli 2, 2022
Cara Gampang Mengungkapkan Perasaan Kepada Wanita Yang Kamu Sukai
GAYA HIDUP

Cara Gampang Mengungkapkan Perasaan Kepada Wanita Yang Kamu Sukai

Juli 2, 2022
Tanda Wanita Yang Memendam Perasaan Cinta
GAYA HIDUP

Tanda Wanita Yang Memendam Perasaan Cinta

Juli 2, 2022
Hal Yang Membuat Hati Wanita Menjadi Sakit Hati
GAYA HIDUP

Hal Yang Membuat Hati Wanita Menjadi Sakit Hati

Juli 2, 2022
Next Post
Pertemanan di Media Sosial, Yang Besar Bukan Berarti Lebih Baik

Pertemanan di Media Sosial, Yang Besar Bukan Berarti Lebih Baik

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

POPULAR NEWS

Apakah Ada Khasiat Mandi Bersama Anak

Apakah Ada Khasiat Mandi Bersama Anak

Desember 23, 2021
Resep Makanan Dimusim Hujan Agar Badan Hangat

Tips Makanan Mencegah Penuaan Diri Diusia Tua

April 27, 2022

Why the next 10 years of hot songs will smash the last 10

Desember 19, 2015
Deretan Idol K-Pop Siap Comeback di Bulan September

Deretan Idol K-Pop Siap Comeback di Bulan September

September 7, 2021
Pilihan Aplikasi Karaoke Terbaik yang Mampu Bikin Kamu Rileks

Pilihan Aplikasi Karaoke Terbaik yang Mampu Bikin Kamu Rileks

Oktober 20, 2021

EDITOR'S PICK

Tips Membersihkan Rumah Selesai Isolasi Covid-19

Tips Membersihkan Rumah Selesai Isolasi Covid-19

April 13, 2022
Dilarang dalam Agama, Ini Hadis dan Ayat Alquran tentang Selingkuh

Dilarang dalam Agama, Ini Hadis dan Ayat Alquran tentang Selingkuh

Oktober 28, 2021
Resep Membuat Ayam Penyet Dan Sambalnya

Resep Membuat Ayam Penyet Dan Sambalnya

Maret 10, 2022
Resep MPASI Bubur Roti Tawar

Resep MPASI Bubur Roti Tawar

Mei 25, 2022
Wanita Indonesia

@ 2022 WANITAINDONESIA.CO

Menu

  • Standar Perlindungan Profesi Wartawan
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Redaksi

Ikuti Kami

No Result
View All Result
  • HOME
  • WARTA
  • WISATA
  • TEKNOLOGI
  • GAYA HIDUP
  • TIPS
  • PARENTING
  • WANITA HEBAT
  • RESEP
  • INDEX

@ 2022 WANITAINDONESIA.CO