wanitaindonesia.co – Coba tanyakan dirimu sendiri deh. Kamu merasa nyaman nggak, untuk berbicara soal menstruasi di muka umum? Contohnya, ketika berada di sekolah dan ternyata darah mens tembus di rok, atau ketika pertama kali menggunakan pembalut dan nggak mengerti caranya. Kebanyakan perempuan, biasanya ‘berbisik-bisik’ saat berbicara soal siklus bulanan ini. Padahal, nggak ada yang perlu ditutup-tutupi soal menstruasi kan? Artinya, mayoritas perempuan, di Indonesia khususnya, merasa malu dan nggak terbuka bicara soal menstruasi, apalagi mereka dalam rentang usia remaja.
Baca juga: Pentingnya Edukasi Menstruasi Sejak Awal:
Kotex sudah lama berjibaku membawa obrolan terbuka seputar menstruasi. Tanggal 28 Mei kemarin, dalam rangka memeringati Hari Kesehatan Menstruasi Sedunia, Kotex meluncurkan video pendek “Unfiltered”. Lewat video ini, Kotex ingin menanamkan rasa percaya diri dan mendorong para remaja perempuan agar berani berbicara tentang menstruasi, serta untuk memulai percakapan sekaligus meluruskan stigma-stigma buruk seputarnya.
Menyorot berbagai pertanyaan yang dianggap kurang ‘pantas’ dipertanyakan soal menstruasi, video “Unfiltered” menampilkan percakapan beberapa remaja perempuan dalam rentang usia 11-14 tahun. Pertanyaan-pertanyaan ini berakar dari rasa penasaran serta kegundahan yang tidak berani mereka tanyakan sebelumnya. Uniknya, proses pembuatan video ini seluruhnya dilayari perempuan, mulai dari sutradara, produser, teknisi suara, hairdresser, sampai seluruh kru yang bertugas. Membuat video ini terasa begitu dekat dan personal untuk perempuan.
Baca juga:Cara Self-Care Agar Tetap Fit Selama Menstruasi
Kenapa malu?
Sebenernya apa sih, yang membuat kebanyakan perempuan merasa malu dan enggan berbicara soal menstruasi? Selain efek-efek hormonal yang timbul karena mens, masih saja ada hambatan sosial yang harus dihadapi perempuan. Mulai dari stigma buruk seperti darah ‘kotor’, kurangnya privasi, sulit mendapatkan informasi yang relevan, keluarga yang cuek dan nggak mendampingi, persoalan menstruasi bisa jadi isu yang serius, lho. U-Report 2020 Indonesia bahkan mencatat, setengah dari total responden perempuan mencari jawaban melalui internet dan sebanyak 22% lainnya tidak melakukan apa-apa. Padahal, topik seperti menstruasi pertama, kondisi medis di masa menstruasi, baiknya disampaikan oleh orang-orang terdekat.
Di masa pandemi sendiri, terdapat tantangan-tantangan baru yang berdampak pada isu seputar menstruasi. Karena pembatasan aktivitas di luar ruangan, percakapan reguler dan terbuka tentang menstruasi semakin sulit dilakukan, belum lagi terbatasnya akses terhadap produk menstruasi seperti pembalut atau menstrual cup, khususnya bagi mereka di daerah terpencil.
Apa yang bisa dilakukan?
Masih banyak hal yang perlu disorot dan dibenahi mengenai isu menstruasi sendiri. Perempuan butuh rasa aman dan nyaman ketika membicarakan dirinya, termasuk menstruasi. Terlebih, hambatan yang dihadapi bukan efek fisik saja, tetapi juga efek psikis yang datang dari tekanan masyarakat. Kuncinya adalah dengan edukasi dan diskusi terbuka, yang bisa dimulai dari sekolah dengan usia yang relevan, sampai ke jenjang yang lebih dewasa di lingkungan kerja. Bisa juga dengan menyediakan fasiliatas-fasilitas umum yang bisa mempermudah perempuan melewati masa mens, juga dengan menyediakan hukum yang melindungi hak-hak perempuan yang mengalaminya. Let’s talk, period!